Kehendak Ilahi dan Rida Ilahi



Pertanyaan:
Salam Alaykum Sayyidi,
Saya selalu percaya bahwa sesuatu yang terjadi atau akan terjadi semata-mata adalah sesuai dengan apa yang Allah inginkan, apakah kita menyukainya atau tidak terlepas dari apakah kita merasa “bertanggung jawab”.  Pemahaman ini, masya Allah, mempermudah saya melewati banyak cobaan yang bisa saja menghancurkan keimanan saya.

Saya pikir menyatakan bahwa sesuatu yang terjadi BUKAN karena kehendak Allah, jelas bahwa itu adalah kufr.  Tetapi setelah berdiskusi dengna beberapa murid (yang mengatakan bahwa itu tidak benar) sekarang saya khawatir bahwa saya masih dapat dinodai oleh doktrin penghujatan yang saya ambil ketika saya masih seorang Takfiiri.
Mohon diberikan pemahaman terbaik mengenai hal ini.  Terima kasih wahai guru dan mohon maafkan saya.

Jawaban:
`Alaykum Salam,
Penting untuk mengetahui perbedaan antara apa yang dikehendaki Allah dengan apa yang Allah cintai.  Sebagaimana seorang guru dalam akidah Maturidi yaitu Siraj al-Din `Ali ibn `Utsman al-Ushi (w. 569) berkata di dalam puisinya Manzumat Bad’ al-Amali (ayat 4):
[Allah adalah] Dzat yang menghendaki kebaikan dan juga keburukan,
Namun, Dia tidak pernah rida dengan kesalahan sama sekali!

مُرِيدُ الْخَيْرِ وَالشَّرِّ الْقَبِيحِ
وَلَكِنْ لَيْسَ يَرْضَى بِالْمُحَالِ

Kehendak Ilahi (irada, masyi’a) secara mutlak mencakup segala sesuatu yang terjadi pada makhluk.  Tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa Kehendak-Nya, termasuk semua perbuatan dari para pendosa.  Namun demikian, Cinta Ilahi (mahabba) dan Restu Ilahi (Ridha) berlaku hanya pada apa yang Allah (swt) perintahkan, bukan pada kejahatan atau keburukan. 

Dengan demikian, jika dengan kalimat Anda, “apa yang Allah inginkan”, Anda maksud Kehendak-Nya, maka bisa dikatakan Anda benar; tetapi kalau tidak demikian maka itu tidak benar.
 
Hajj Gibril Haddad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar