Pernikahan Menurut Islam

Pertanyaan:

Di dalam buku Mercy Oceans II, hal. 215 tertulis bahwa “Di dalam Islam, ketika suami patuh terhadap istri, maka ia adalah seorang pendosa, dan jika seorang istri menyebabkan suaminya mendengar padanya, ia juga seorang pendosa. Ketika suami mematuhi istri, ia tidak mematuhi Tuhannya.”

Kemudian tertulis, “Seorang Mukmin tidak diperkenankan untuk meninggalkan saudara seagama dan tidak berbicara dengannya lebih dari tiga hari, karena Setan akan mengendalikan dirimu selama 40 hari.“ (halaman 192f)

Kini, komunikasi saya benar-benar putus, saya tidak tahu apa yang salah. MSH berkata sebelumnya agar kami berusaha sabar hingga bulan Haji dengan masalah yang kami hadapi (beliau merujuknya pada sihir). Kami berusaha untuk menerima, tetapi kami bertanya bagaimana bermanuver untuk mengatasi turbulensi ini.

Jawaban:

wa `alaykum salam,

Mengutip sesuatu di luar konteks dapat mengakibatkan fitnah dan kesalahpahaman. Berikut ini adalah bagian lengkapnya yang jelas dan tidak rancu:

Di dalam Islam, pernikahan adalah fondasi yang sakral; ia harus dijaga dengan sangat hati-hati. Di dalam Islam, wanita mempunyai hak-haknya dan pria juga mempunyai hak-haknya. Keduanya harus menghormati hak masing-masing. Itulah nasihat Tuhan kepada kita. Sebuah pernikahan yang membuat Allah rida adalah ketika keduanya menghormati satu sama lain. Pernikahan adalah fondasi dan keluarga adalah bangunan sosialnya. Harus ada seorang kepala untuk setiap bangunan. Di dalam Islam, Allah menjadikan suami sebagai kepala keluarga, dan istrinya harus mematuhinya. Sebuah keluarga yang penuh cinta yang membuat Tuhan rida adalah ketika istri patuh terhadap suami. Di dalam Islam, ketika suami mematuhi istrinya, ia adalah seorang pendosa, dan jika istrinya menyebabkan suami mendengar padanya, ia juga menjadi seorang pendosa. Ketika suami mematuhi istrinya, ia tidak mematuhi Tuhan. Suami harus menggunakan hikmah; wanita percaya dengan mudah karena hati mereka adalah lembut.

Seorang suami, ketika hendak melakukan sesuatu, ia boleh bertanya kepada istrinya; itu tidak berarti bahwa jawaban istri adalah suatu perintah. Ketika ia ditanya, ia bisa mengatakan, ‘Terserah padamu.’ Wanita itu membuat Tuhan rida dengannya. Jika seorang wanita bertanya, ‘Bolehkah aku pergi, bolehkan aku membeli (ini, itu), bolehkah aku melakukan (ini, itu)?,’ itu adalah adab yang baik dari seorang wanita. Seorang wanita, makna sebenarnya adalah menjadi lemah lembut, khususnya kepada suaminya. Kini, mereka sangat sopan terhadap orang asing, tetapi sangat keras terhadap suami mereka, seperti mulut neraka. Subhanallah, ia harus bersikap lebih sopan kepada suaminya daripada kepada orang lain, dengan demikian Allah akan membuat suaminya sebagai suami yang sempurna baginya.

Taher Siddiqui

http://eshaykh.com/family/submission-to-shaykhs-will-second-part/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar